Siak, 12 Februari 2025 – Upaya meningkatkan produksi padi dan swasembada nasional tidak lepas dari serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), dan pengendalian OPT secara ramah lingkungan adalah salah satu solusinya, untuk itu Kementerian Pertanian melalui Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) menggelar bimbingan teknis (bimtek) pengenalan dan perbanyakan Agens Pengendali Hayati (APH) di Kecamatan Bungaraya, Kabupaten Siak, Provinsi Riau.
Kegiatan ini dihadiri oleh Tim BBPOPT, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), UPTD Perlindungan Tanaman Riau, Dinas Pertanian Kabupaten Siak, Koordinator Penyuluh, Petugas Penyuluh Lapangan (PPL), Pengamat Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT), serta petani setempat dengan total peserta mencapai 30 orang.
Terlaksananya Bimtek ini mengacu pada arahan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, yang dalam berbagai kesempatan menegaskan pentingnya penerapan teknologi ramah lingkungan dalam meningkatkan produktivitas padi nasional guna mendukung swasembada. “Pengendalian OPT yang efektif dan efisien sangat krusial dalam menjaga hasil panen petani dan memastikan ketersediaan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Sementara itu, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Yudi Sastro, menekankan bahwa inovasi dalam pengendalian penyakit tanaman sangat berperan dalam mencapai target swasembada pangan. “Jika petani dapat menerapkan teknologi pengendalian hayati secara luas, maka produksi padi dapat meningkat tanpa merusak lingkungan. Hal ini akan berdampak langsung pada ketahanan pangan nasional,” katanya.
Senada dengan itu, Kepala BBPOPT, Yuris Tiyanto, menyatakan bahwa pengendalian penyakit dengan APH merupakan salah satu solusi yang tengah dikembangkan dan diperkenalkan kepada petani di berbagai daerah. “Bimtek seperti ini sangat penting untuk membekali petani dengan teknik perbanyakan dan aplikasi APH, sehingga mereka bisa mandiri dalam mengelola kesehatan tanaman dan meningkatkan hasil panen,” ungkapnya.
“Di Riau selain menggenjot LTT dan OPLAH rawa kami juga berfokus pada faktor eksternal yang menghambat laju pertumbuhan tanaman dan berpotensi menurunkan hasil yaitu OPT, penggunaan Agens Pengendali Hayati seperti Paenibacillus polymyxa merupakan langkah konkret dalam mewujudkan pertanian yang berkelanjutan, dengan pengendalian hayati, kita bisa mengurangi ketergantungan pada pestisida kimia dan menjaga keseimbangan ekosistem pertanian,” ujarnya.
Yuris menambahkan bahwa peran APH dalam pengendalian penyakit blas telah terbukti efektif di berbagai daerah. "Kami berharap petani di Kecamatan Bungaraya dapat segera mengaplikasikan ilmu yang didapat dari Bimtek ini. Dengan begitu, produksi padi dapat meningkat dan kesejahteraan petani juga ikut terangkat," tutupnya.
Koordinator Penyuluh Kecamatan Bungaraya, Adon Nining Andriyani, menyampaikan bahwa Kecamatan Bungaraya merupakan salah satu sentra produksi padi di Kabupaten Siak, dengan varietas unggulan Inpari 42. Namun, produktivitas saat ini masih berkisar 5 ton per hektare, antara lain akibat serangan hama dan penyakit, terutama penyakit blas yang disebabkan oleh jamur Pyricularia oryzae.
Bimtek ini menghadirkan narasumber dari BBPOPT Anik Kurniati, yang memberikan wawasan kepada petani mengenai pentingnya pengendalian penyakit blas menggunakan APH, khususnya Paenibacillus polymyxa. Agens hayati ini memiliki banyak keunggulan, di antaranya selektivitas tinggi, tidak menyebabkan resistensi atau resurgensi, serta ramah lingkungan.
Perbanyakan APH juga relatif mudah, murah, dan dapat dilakukan oleh petani dengan menggunakan media fermentasi seperti ekstrak kentang, ubi, atau air kelapa selama 14 hari dengan aerator. Aplikasinya direkomendasikan pada persemaian serta saat tanaman berumur 2, 4, 6, dan 8 minggu setelah tanam (MST) untuk meningkatkan efektivitas pengendalian penyakit.
#Kementan Swasembada
#Riau Bermarwah
#BBPOPT Ramalanku Harapanku