Tanaman jagung merupakan komoditas utama tanaman pangan setelah padi. Dalam upaya peningkatan dan kestabilan produksi tanaman jagung masih terkendala oleh adanya penyakit tanaman. Salah satu penyakit yang cukup penting pada tanaman ini adalah penyakit karat daun jagung. Penyakit ini menjadi penyakit kedua terpenting setalah penyakit bulai. Penyakit karat pada tanaman jagung disebabkan oleh cendawan Puccinia polysora dan Puccinia sorghi (Schieber, 1977).
Penyakit ini sering menjadi penyebab utama menurunnya hasil produksi di beberapa sentra produksi tanaman jagung di Indonesia. Hal ini dikarenakan cendawan yang tumbuh pada bagian tanaman akan mengakibatkan tanaman jagung tidak dapat melakukan proses fotosintesis secara sempurna sehingga pertumbuhannya melambat dan produksi yang dihasilkan rendah (Burhanuddin, 2009).
Gejala penyakit karat memiliki ciri khas, yaitu diawalin dengan adanya lesiio kecil pada bagian daun, selanjutnya melingkar sampai memanjang. Ketika lesio berkembang, cendawan keluar dari permukaan daun dan lesio menjadi lebih memanjang dan biasanya terjadi halo kuning. Gejala lanjut terlihat adanya bisul (pustul) pada kedua permukaan daun bagian atas dan bawah dengan warna coklat kemerahan tersebar pada permukaan daun dan berubah warna menjadi hitam kecoklatan setelah teliospora berkembang seperti yang terlihat pada gambar 1. Jika infeksi penyakit dibiarkan maka akan menyebabkan daun menjadi kering dan tanaman mati.
Gambar 1. Gejala karat pada daun jagung, A. gejala yang tampak dari bagian luar daun, B. gejala yang tampak dari bagian dalam daun
Penyebaran penyakit karat ini sangat mudah sekali. Ukuran spora yang kecil dengan jumlah yang sangat banyak mengakibatkan patogen mudah berpindah ke tanaman lainnya yang sehat. Spora dapat ditiup angin dan menginfeksi tanaman baru dengan waktu inkubasi selama 7 sampai 14 hari (Dolezal, 2011). Tentunya kondisi lingkungan lainnya seperti panas dan lembab dapat mempercepat perkembangan patogen di tanaman. Suhu optimum untuk perkecambahan spora patogen kira-kira 23 -28oC dengan kelembaban relatif ≥ 95%. Saat ini, perkembangan penyakit karat di beberapa daerah endemis sudah banyak gejala yang ditemukan di bagian batang tanaman dan pada tongkol. Gejala yang terlihat hampir sama yaitu adanya pustul-pustul dengan panjang 0,2 – 1 mm berwarna kuning keemasan yang menyebar di bagian batang tanaman dan tongkol jagung, seperti yang terlihat pada gambar 2. Gejala berawal dari bagian permukaan daun dan berkembang menyebar hingga ke bagian batang bawah tanaman dan tongkol tanaman. Patogen Puccinia sp bersifat obligat, sehingga tidak bisa hidup pada tanaman yang sudah mati.
Jika bagian tanaman yang bergejala diambil dan dikerik bagian yang bergejala, maka akan ditemukan kumpulan spora yang berbentuk agak lonjong sampai bulat telur dan berwarna coklat kuning keemasan, seperti yang terlihat pada gambar 3. Spora tersebut berukuran 23-20 x 29-36 µm. Patogen melangsungkan siklus hidupnya tergantung atas penyebaran oleh angin, kondisi suhu dan kelembaban yang cocok serta spora yang menyebar ke dalam areal dimana tidak bertahan di antara musim (Hooker, 2012).
Pengendalian untuk penyakit karat pada jagung, diantaranya :
Pustaka
Burhanuddin. 2009. Komponen Teknologi Pengendalian Penyakit Karat Puccinia polysora Underw. (uredinales: pucciniaceae) Pada Tanaman Jagung. Prosiding Seminar Nasional Serealia. Hlm 427-434
Dolezal WE. 2011. Corn Rust: Common Rust, Southern Rust and Tropical Rust. Maize Product Development Pioneer Hi-Bred Johnston, IA. Field Crops Rust Symposium San Antonio, TX.
Hooker AL. 2012. Corn and Sorghum Rust. DcKalb-Pfizer Genetics, St. Louis, Missouri.
Schieber E. 1977. Puccinia sorghi, P. ploysora, Physopella zeae. P. 164-166. In. J. ranz, H. Shumutterer and W. Koch. 1977. Disease, Pest, and Weeds in Tropical Crops. West Germany.
Sudjono MS. 1988. Penyakit Jagung dan Pengendaliannya. Hal. 205-241. Dalam. Subandi, M. Syam dan A. Widjono (ed.), Jagung. Pusat Peneitian dan Pengembangan Tanaman pangan. Bogor
Umi Kulsum, S.P., M.Sc. (POPT Ahli Madya)